Resensi buku Harimau! Harimau!

Post a Comment
Pengarang Mochtar Lubis
Penerbit Pustaka Jaya
Tahun Terbit 1975
oleh M. Nazarudin
Novel ini merupakan novel dalam negeri dengan susunan kalimat terindah dan tercerdas. Pengarangnya adalah Mochtar Lubis seorang Jurnalis Kantor Berita ANTARA. Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K.
Pertama kali membaca pada tahun 2004. Novel asli saya beli di sebuah took buku di Kota Pematangsiantar dengan harga Rp20.000. Walaupun sudah 13 tahun yang lalu, tetapi novel ini masih cukup lekat di ingatan saya walaupun saya harus membaca ulang lagi melalui e-book yang saya unduh di hari Sabtu dengan link https://www.diaryebooks.com/wp-content/uploads/2016/09/Mochtar-Lubis-Harimau.pdf.
Novel ini dimulai dengan tujuh orang yang sedang mencari damar telah berada di tengah hutan selama seminggu. Mereka adalah Pak Haji Rakhmad yang biasa dipanggil Pak Haji, Wak Katok, Sutan, Talib, Buyung, Sanip, dan Pak Balam. Wak Katok yang pandai bersilat, berburu, dan dikenal sebagai seorang dukun dianggap sebagai pemimpin rombongan. Pak Haji yang cenderung lurus dan memiliki pengalaman menjadi anak buag bersama Sutan, Talib, Sanip, dan Buyung. Keempatnya adalah murid-murid dari Wak Katok.
Selama berada di tengah hutan, mereka tinggal di pondok Wak Hitam. Wak Hitam adalah seorang tua yang memiliki ilmu gaib dan berilmu tinggi. Pondok di tengah hutan itu sengaja dibangun Wak Hitam Tak jarang pondok tersebut digunakan untuk keempat istrinya untuk bersinggah secara bergiliran. Ketika para pencari damar itu datang ke pondok Wak Hitam, orang tua itu sedang bersama istri termudanya. Istri mudanya bernama Siti Rubayah. Keempat murid Wak Katok sering menggoda Siti Rubayah yang tidak sedang bersama Wak Hitam.
Ada kisah terlarang yang kemudian terjadi dengan pelaku Buyung. Waktu berjalan, para pencari damar harus mencari makan. Buyung bertugas memburu seekor rusa di dalam hutan. Buyung berhasil menembak dan mengangkat bangkai rusa tersebut menuju pondok. Rupaya ia tidak sendiri, seekor harimau ingin menyantap tangkapan Buyung. Pak Balam merasa ajal sudah mendekati. Menurut dugaannya, harimau itu sengaja diutus Tuhan untuk menghukum mereka yang berdosa. Oleh karena itu, ia meminta agar teman-temannya mau mengakui semua dosa yang pernah mereka perbuat. Pak Balam sendiri mengakui bahwa ia merasa telah berbuat dosa dengan membiarkan Wak Katok membunuh teman seperjuangannya yang terluka pada saat perang melawan Belanda dahulu. Ia juga merasa berdosa telah membiarkan “Wak Katok memperkosa istri Deman, membunuh keluarganya dan membawa kabur harta bendanya” Seketika pengakuan tersebut membuat konflik. Wak Katok selaku pemimpin informal dan Pak Haji mencoba menenangkan situasi. Harimau tersebut bukanlah utusan untuk mengakhiri nyawa mereka masing-masing tetapi hanyalah harimau biasa.
Belum beres dengan persoalan apakah harimau itu adalah harimau biasa yang kelaparan atau harimau siluman, korban kedua telah jatuh. Kini, Talib yang terpisah dari rombongan disergap harimau itu. Beruntung, ia sempat berteriak hingga teman-temannya segera datang dan mengusir harimau itu. Keadaan Talib sangat mengkhawatirkan. Dua korban telah jatuh. Rombongan yang masih sehat membuat tandu untuk membawa kedua temannya. Damar yang sudah mereka peroleh terpaksa ditinggalkan. Dalam situasi yang mencekam itu, Pak Balam kembali mengingatkan agar teman-temannya mengakui kesalahannya dan segera bertobat atas segala perbuatan dosanya. Talib yang keadaannya sangat parah, mengaku pernah mencuri. Sesudah pengakuannya, ia meninggal! Namun, pengakuan Talib menimbulkan pertengkaran antara Sanip dan Sutan. Sanip ingin mengakui dosa yang telah dilakukannya bersama Talib dan Sutan, tetapi Sutan menentangnya dengan mengatakan, ia tak mau melanggar janji yang telah mereka ucapkan. Sanip akhirnya mengakui bahwa ia bersama Talib dan Sutan pernah mencuri empat ekor kerbau Haji Serdang, berdusta, dan berzinah. Pengakuan Sanip tidak membuat Sutan mengubah sikap. Ia tetap tak mau melanggar janjinya.
Talib sudah dikubur, mereka bersepakat tidak bisa menerima situasi sebagai buruan harimau. Mereka bersiasat mencoba membalik keadaan. Buyung mengusulkan untuk memburu harimau itu. “lebih baik kita yang memburunya daripada kita membiarkan dia memburu kita seperti selama dua hari ini”. Lalu diputuskan, Wak Katok, Buyung, dan Sanip yang memburu harimau; sedangkan Sutan dan Pak Haji menjaga Pak Balam yang luka-lukanya semakin mengkhawatirkan. Rupanya Sutan dan Pak Haji merasa tidak tenang menjaga Pak Balam. Akhirnya, kedua orang itu menyusul ketiga temannya. Akan tetapi, nasib sial menimpa Sutan. Ia menjadi korban ketiga tanpa diketahui teman-temannya. Mayatnya diseret harimau entah ke mana.
Luka Pak Balam semakin memburuk. Orang tua itu terpaksa menghembuskan nafas terakhirnya. Pak Balam dikuburkan dan mereka mencari mayat Sutan atau potongan tubuh yang tersisa. Sang pemimpin, Wak Katok, berencana untuk meninggalkan tim, mengakhiri perjalanan dan mencoba keluar hutan. Niat tersebut terbaca dan ditentang oleh para muridnya. Mereka beranggapan bahwa semakin banyak mereka bersatu, semakin kuat jualah untuk menaklukkan harimau. Menurut muridnya, Wak Katok mempunyai senjata pamungkas yaitu ilmu hitam yang dimilikinya. Tentu saja Pak Haji tidak percaya akan hal ini, menahan Wak Katok hanya akan memperkuat tim, tak lebih.
Cobaan sebagai tim mulai ketika ketakutan akan serangan mendadak harimau tua secara tiba-tiba. Mereka berjalan was-was dan berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Untuk mengambil jalan yang tak biasa, rawa dan belukar juga ditebas sehingga terkadang focus menjadi hilang. Suatu ketika, harimau datang menyerang dan Pak Haji berada dalam posisi tersudut. Untungnya saat itu Buyung dapat menolong Pak Haji. Hari ini mereka diajarkan untuk saling peduli terhadap keselamatan tim.
Lepas dari peristiwa tersebut, Waj Katok meminta mereka mengakui dosa. Wak Katok semakin percaya bahwa harimau tersebut merupakan harimau siluman. Buyung yang dipaksa untuk akui dosa, menolak mentah-mentah. Dosa hanya diadukan kepada Tuhan, dan memohonkan maaf bukan untuk diumbar ke orang lain. Sontak saja, Wak Katok mendidih, dan hamper terjadi perkelahian. Seketika harimau datang menyerang. Senjata api di dalam saku Wak Katok masih tersisa. Buyung meminta Wak Katok untuk segera menggunakan senjatanya dan melumpuhkan binatang buas tersebut. Karena gugup, Wak Katok tak kunjung melepaskan tembakan. Peluru sulit terlepas karena ternyata bubuk mesiu basah. Tak punya cara lain, Buyung segera mengayunkan obor untuk menghalau harimau tersebut. Usahanya berhasil, harimau pergi. Dari persitiwa ini, mereka tahu bahwa Wak Katok adalah seorang penakut, dukun palsu dan tidak pantas untuk memimpin mereka.
Merasa tersudut dan harga dirinya jatuh, Wak Katok mengancam mereka untuk meninggalkannya. Wak Katok mengancam dengan senapannya. Buyung, Sanip dan Pak Haji terpaksa meninggalkan Wak Katok. Rasa percaya kepada kesaktian Wak Katok memudar. Dalam perjalanan mereka menimbang, dan menyadari sesungguhnya mereka memerlukan sesuatu dari Wak Katok, yaitu senjatanya. Mereka kembali dan berusaha merebut senjata. Perkelahian tak dapat dihindari. Pak Haji tertembak oleh Wak Katok. Pak Haji rubuh, Buyung mengambil alih senjata. Mereka marah, Wak Katok dijadikan umpan harimau.
Wak Katok yang ketakutan setengah mati menjerit sejadinya. Mereka menggiring harimau ke umpan yang diberikan. Semakin dekat harimau, semakin menipis oksigen di tenggorokan Wak Katok. Ketakutan menguasai dirinya. Harimau melompat menerkam, seketika peluru Buyung melesat mengenai kepala Harimau. Harimau rubuh, Wak Katok selamat.
Mereka bertiga berjalan ke luar hutan. Wak Katok yang mengakui dosanya terpaksa diserahkan ke pihak berwajib, ditambah lagi dengan kasus pembunuhan Pak Haji. Buyung dan Sanip telah terbebas dari ancaman harimau yang menghantui perjalanan mereka mencari damar. Mereka juga terlepas dari belenggu kekuatan gaib yang mereka percaya sepanjang hidupnya. Keduanya selamat dan menjadi orang yang merdeka.
Nilai-nilai yang dapat dipetik
1.    Tujuan tim dapat diraih ketika setiap anggota tim mengerti tujuan bersama dan mementingkan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi;
2.    Novel ini mengajarkan untuk realistis, tidak percaya pada hal-hal yang mistis;

3.    Kepemimpinan bukanlah seseorang yang ditunjuk dan berdiri di depan (seperti Wak Katok), tetapi yang mempu memberikan arah dan didengar (seperti Pak Haji).

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter