Mempelajari Kekuatan “Sekarang”
Judul Buku : The Power of Now : A Guide
to Spiritual Enlightment
Penulis : Eckhart Tolle
Penerbit : New World Library
Halaman :
256 lembar
ISBN : 9781577313113
Ada titik di mana
saya merasa depresi dan hidup ini terasa tidak artinya. Jalan mana pun yang
dipilih terasa buntu dan membentur tembok. Pikiran dan hati ini sulit diajak
kompromi untuk tenang dan berdamai. Itu sensasi yang sangat tidak nyaman. Saya
tidak mengerti mengapa hal seperti itu bisa terjadi. Namun, semua itu perlahan
berubah saat saya membaca buku berjudul The
Power of Now.
Sebelum membaca buku The Power of Now, saya memang sedang mencari buku-buku bertema
motivasi untuk meredakan segala penat di kepala saya. Ada beberapa buku yang
telah saya baca. Mereka bagus dan kontennya mencerahkan. Namun, entah kenapa
masih ada yang kurang dari buku-buku tersebut. Saya pun melanjutkan pencarian
buku bertema motivasi pada aplikasi playstore,
di mana saya menemukan cover e-book berwarna hijau dengan judul The Power of Now. Buku tersebut tampil
pada kolom best selling.
Judulnya saja sudah
sangat menarik dan menggelitik rasa penasaran. The Power of Now atau “Kekuatan Sekarang”. Judul itu membuat saya
bertanya-tanya, memangnya sekuat apa sih kekuatan “sekarang” ini? Itu kan kata
yang sangat umum dan lumrah. Sering digunakan dalam percakapan sehari-hari
pula. Bagaimana mungkin kata sesederhana “sekarang” bisa jadi sebuah buku motivasi?
Terlebih lagi, ulasan dari orang-orang yang sudah membacanya sangat bagus.
Begitulah kesan pertama saya. Namun tak bisa disangkal kalau saya tetap
penasaran juga. Dalam hati saya membatin, “mungkin inilah buku yang saya cari-cari”.
Akhirnya, tanpa berpikir lama, saya membeli buku tersebut (yang kalau tidak
salah dijual dengan kisaran harga Rp100.000). Dan terbukti, itu adalah salah
satu keputusan terbaik yang pernah saya buat.
Jadi, seperti
apakah kekuatan “sekarang”?
Eckhart Tolle, penulis
buku The Power of Now, pernah mengalami
depresi mendalam. Bahkan beliau pernah berpikir untuk bunuh diri. Namun
kemudian beliau memasuki satu masa di mana pikirannya merasakan kedamaian
mutlak tanpa gangguan selama 5 bulan berturut-turut. Adalah “sekarang” yang
membantunya memasuki fase kedamaian itu.
Tolle menjelaskan
bahwa ada tiga aliran waktu : masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari tiga
aliran waktu tersebut, semua emosi-emosi positif, seperti kedamaian,
kebahagiaan, cinta, empati, dan kreativitas ada di masa kini atau “sekarang”. Sedangkan
masa lalu dan masa depan adalah sumber dari segala macam emosi-emosi negatif,
seperti kebencian, iri, kedengkian, kesombongan, depresi, penyesalan,
kecemasan, ketakutan, dan kesedihan. Dari penjelasan seperti itu, tentunya
siapa pun akan lebih menginginkan “sekarang” dibanding masa lalu atau masa
depan. Namun, ada satu hal yang menghalangi manusia untuk mendapatkannya. Satu
hal itu adalah bagian abstrak dari otak kita yang bernama the thinker atau ‘si pemikir’.
‘Si pemikir’ secara
terus-menerus mengeluarkan image dari
masa lalu dan masa depan. Image dari
masa lalu seringkali berupa kenangan-kenangan buruk, yang bila kita
mengingatnya, akan memicu kesedihan. Sedangkan image dari masa depan adalah segala sesuatu yang belum terjadi dan
belum diketahui, yang bila kita memikirkannya, bisa memicu kecemasan dan
ketakutan. ‘Si pemikir’ berusaha mempengaruhi diri manusia dengan Image-image tersebut. Dan apabila otak
manusia menuruti kemuan ‘si pemikir’, dia akan larut kedalam emosi-emosi negatif
yang dijelaskan sebelumnya.
Jadi, bagaimana
cara mengakali ‘si pemikir’?
Tolle menjelaskan
bahwa masa lalu itu sejatinya sudah terjadi dan masa depan belum terjadi.
Dengan kata lain, image-image yang
berasal dari dua aliran waktu tersebut adalah ilusi. Mereka tidak nyata.
Satu-satunya yang nyata adalah masa kini atau ”sekarang”. Udara yang sedang kita
hirup, detak jantung, dan segala sesuatu yang sedang kita lihat. Semua itu
nyata dan itulah yang patut kita beri perhatian. Maka itu, dengan memusatkan
seluruh energi kita pada ”sekarang”, seluruh emosi negatif kita akan luruh dan
digantikan oleh emosi-emosi positif yang menjadi sumber kedamaian dan kebahagiaan.
Itulah kekuatan “Sekarang”. Namun, itu bukan berarti kita jadi meniadakan masa
lalu dan masa depan. Mereka tetap ada, tetapi pikiran kita bisa meresponnya
dengan lebih optimis.
Kurang lebih
seperti itulah ringkasan buku The Power
of Now. Isi bukunya tentu saja lebih detail karena juga menjelaskan
cara-cara untuk meraih “sekarang”. Buku ini sangat bagus dan cocok dibaca siapa
pun yang sedang merasa down atau depresi. Apalagi kosakata
bahasa inggris yang digunakan cukup umum dan mudah dimengerti oleh orang-orang
awam. Namun demikian, membaca buku ini juga harus diimbangi dengan membaca
buku-buku lainnya agar pembaca tidak terjebak pada sudut pandang yang sempit.
Pokoknya, bacalah buku The Power of Now
dan pelajarilah kekuatan “sekarang”.
Oleh Muhamad Reza Rahardian
Post a Comment
Post a Comment