Dukungan Interoperabilitas e-government dalam Implementasi e-audit di Pemerintah Republik Indonesia
Septian Adi Nugraha
Politeknik Keuangan Negara STAN
septian.adi.nugraha@gmail.com
Tangerang Selatan, Banten
Abstract—Perubahan dalam
penggunaan teknologi di masyarakat menyebabkan arus informasi menjadi semakin
besar dan patut mendapatkan perhatian serius oleh para pemangku kepentingan
terutama yang tugas pokok dan fungsinya menuntut adanya keterbukaan informasi
karena menyangkut kepentingan masyarakat luas. Dengan terbitnya Inpres No. 3
Tahun 2003 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government,
dimana pemerintah bertujuan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk
efisiensi birokrasi, dan membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja
sehingga instansi pemerintah dapat bekerja secara terpadu untuk menyediakan
informasi dan layanan publik, pembentukan sistem informasi yang
mengintegrasikan berbagai instansi pemerintah menjadi suatu kebutuhan. Melalui
paper ini penulis bermaksud membahas sekilas mengenai e-government dan penulis
juga akan mencoba menyusun model penerapan e-government untuk kepentingan
e-audit (audit berbasis elektronik) yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, mulai dari pemerintah pusat/daerah, instansi penyelenggara
pelayanan publik, dan instansi yang bertugas di pengawasan (monitoring dan
evaluasi) terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut ditinjau dari aspek
interoperabilitas, kompatibilitas antar unsur dan bagaimana infrastruktur yang
diperlukan berperan dalam berbagai proses di egovernment.
Kata kunci: interoperabilitas,
e-government, pelayanan, masyarakat, infrastruktur
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan amanat Inpres No. 3 Tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, proses
transformasi menuju e-government merupakan suatu perubahan yang harus segera
dijalankan. Adapun fokus dari Inpres ini adalah dengan semakin meningkatnya
kebutuhan akan koordinasi antar instansi-instansi pemerintah yang responsif,
akuntabel dan dapat menyelenggarakan pelayanan publik seluas-luasnya, selain
itu agar para stakeholder, termasuk lembagalembaga negara, masyarakat, dunia
usaha, dan pihakpihak berkepentingan lainnya dapat setiap saat memanfaatkan
informasi dan layanan pemerintah secara optimal, diperlukan suatu pengembangan
model yang dapat memenuhi tujuan pengembangan e-government, yaitu model yang
mendukung empat lapis struktur, antara lain akses, portal pelayanan publik,
organisasi pengelolaan & pengolahan informasi dan infrastruktur dan
aplikasi dasar.
Berdasarkan pengamatan, inisiatif
penerapan egovernment bisa dibilang belum menunjukkan arah pembentukan
e-government yang baik, salah satu penyebab diantaranya adalah sebagian besar
inisiatif penerapan e-government yang dijalankan oleh instansi pemerintah pusat
dan daerah masih merupakan upaya sektoral, yang berakibat pada kurang
diperhatikannya aspek standardisasi, keamanan informasi, otentifikasi, dan
berbagai aplikasi dasar yang memungkinkan terwujudnya interoperabilitas antar
instansi secara andal, aman, dant erpercaya untuk mengintegrasikansistem manajemen dan proses kerja pada instansi
pemerintah ke dalam pelayanan publik yang terpadu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Inpres No. 3 Tahun 2003, Pengembangan e-government
merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang
berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan
publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan
mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi
informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu :
- pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;
- pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Untuk
melaksanakan maksud tersebut pengembangan e-government diarahkan untuk mencapai
4 (empat) tujuan, yaitu :
- Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
- Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.
- Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.
- Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah danpemerintah daerah otonom.
Dalam Jurnal Teknologi Technoscientia Vol.4 No. 2
Februari 2012 yang diterbitkan oleh Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, di dalam paper oleh Jazi Eko Isitiyanto dan Edhy Sutanta berjudul
“Model Interoperabilitas Antar Aplikasi E-Government”, secara khusus dibahas
terkait dengan interoperabilitas antar aplikasi yang menjadi tuntutan bagi
pengembangan sistem eGovernment di Indonesia. Paper ini menyoroti terutama
masalah penggunaan sistem informasi di instansi pemerintahan yang masih
bersifat sektoral, heterogen dan memiliki kompatibilitas rendah antar satu
dengan yang lainnya. Di akhir pembahasan, paper ini menawarkan pemanfaatan teknologi
web services sebagai solusi interoperabilitas.
Didi Sukyadi (2009) dalam penilitiannya terkait model
interoperabilitas melalui paper “Model interoperabilitas sistem informasi
layanan publik studi kasus e-government” yang berfokus pada studi kasus Sistem
Informasi Kependudukan dan Perpajakan, menyimpulkan bahwa model arsitektur yang
menjadi dasar interoperabilitas sistem informasi tersebut adalah model Web
Services dengan metode Representation State Transfer (REST). Melalui Model Web
Service ini kebutuhan interoperabilitas antar sistem informasi perpajakan dan
kependudukan dipetakan berdasarkan keterkaitan skema data wajib pajak dan
penduduk, sehingga menghasilkan model interoperabilitas antar sistem informasi
kependudukan dan perpajakan. Dalam perancangannya metode REST menggunakan model
arsitektur berorientasi pada sumberdaya informasi atau umumnya disebut
Resources Oriented Architecture (ROA).
III. LANDASAN TEORI
Menurut The World Bank dalam Concept Note “Introduction to e-Government” (2001), “EGovernment” dapat diartikan
sebagai penggunaan teknologi informasi oleh instansi pemerintah (seperti Wide
Area Network (WAN), Internet, dan mobile computing), yang memiliki kemampuan
untuk mengubah hubungan dengan masyarakat, bisnis dan unsur-unsur pemerintahan
lainnya. Teknologi tersebut dapat memenuhi beragam tujuan, antara lain:
penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih baik, peningkatan interaksi dengan
sektor bisnis, pemberdayaan masyarakat melalui akses terhadap informasi secara
luas, atau penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efisien. Manfaat yang dapat
diperoleh dapat berupa penurunan tingkat korupsi, peningkatan transparansi,
kemudahan akses, peningkatan pendapatan dan/atau penurunan biaya.
Menurut Cahyana Ahmadjayadi dalam keynote speech acara
Workshop Standarisasi Menuju Interoperabilitas e-Government tahun 2006,
menerangkan bahwa:
“e-Government merupakan kegiatan yang terkait dengan
upaya seluruh lembaga pemerintah dalam bekerja bersama-sama memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informasi, sehingga dapat menyediakan jasa layanan
elektronik dan informasi yang akurat kepada individu masyarakat dan dunia
usaha. Inisiatif e-Government adalah suatu proses yang berlangsung terus
menerus untuk memperbaiki kinerja pemerintah dan penyelenggaraan layanan yang
efisien bagi publik. Perluditekankan bahwa, efisiensi sangat
tergantung pada kurun waktu dan teknologi. e-Government yang sangat efisien
saat ini belum tentu efisien beberapa tahun ke depan karena perkembangan TIK
dan demand dari stakeholdernya.”
Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan melalui penggunaan media
elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Dengan adanya
pengembangan e-Government maka perlu dilakukan penataan sistem dan proses kerja
di lingkungan pemerintahan melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan
publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan
egovernment dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut :
Tingkat 1 Persiapan yang meliputi :
- Pembuatan situs informasi disetiap lembaga;
- Penyiapan SDM;
- Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya
menyediakan sarana Multipurpose community Center, Warnet, SME-Center, dll;
Tingkat 2 Pematangan yang meliputi :
- Pembuatan situs informasi publik interaktif;
- Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain;
Tingkat 3 Pemantapan yang meliputi
- Pembuatan situs transaksi pelayanan publik
- Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data
dengan lembaga lain.
Tingkat 4 Pemanfaatan yang meliputi Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G,
G2B dan G2C yang terintegrasi
Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara
bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat - 4. Perlu dipertimbangkan bahwa
semakin tinggi tingkatan situs tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen,
proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks
pula. Upaya untuk menaikkan tingkatan situs tanpa dukungan yang memadai, akan
mengalami kegagalan yang tidak hanya menimbulkan pemborosan namun juga
menghilangkan kepercayaan masyarakat.
Untuk menghindari hal tersebut, perlu dibakukan sejumlah pengaturan
sebagai berikut :
- Standar kualitas dan kelayakan situs pemerintah bagi setiap tingkatan perkembangan di atas.
- Peraturan tentang kelembagaan dan kewenangan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan transaksi informasi yang dimiliki pemerintah. Pengaturan ini harus mencakup batasan tentang hak masyarakat atas informasi, kerahasiaan dan keamanan informasi pemerintah (information security), serta perlindungan informasi yang berkaitan dengan masyarakat (privacy).
- Persyaratan sistem manajemen dan proses kerja, serta sumber daya manusia yang diperlukan agar situs pemerintah dapat berfungsi secara optimal dan mampu berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.
Penerapan e-government juga selanjutnya harus didukung
oleh pengamanan yang memadai, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah
melalui penerapan sistem e-audit. E-audit sendiri menurut konsep BPK adalah
suatu sistem yang menciptakan sinergi antara sistem informasi badan audit
(e-BPK) dan sistem informasi auditee (e-auditees) melalui komunikasi online
antara e-BPK dengan e-auditees, selain itu sistem ini juga mengembangkan pusat
data baik untuk pengelolaan maupun akuntabilitas keuangan negara. E-audit
diyakini dapat meningkatkan efisiensi dalam hal waktu dan biaya, menjangkau
ruang lingkup yang lebih luas, dan lebih lanjut dapat meningkatkan
akuntabilitas bagi entitasentitas yang terintegrasi ke dalam sistem informasi
ini. Untuk dapat menjalankan fungsi e-audit ini, diperlukan adanya
standardisasi sistem baik dari sistem informasi badan audit maupun dari sistem
informasi auditee-nya, sehingga lebih lanjut, kesuksesan dari implementasi
e-audit ini akan sangat bergantung pada perwujudan interoperabilitas antar
unsur dalam sistem e-government.
IV. PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
Agar
pelaksanaan kebijakan pengembangan
eGovernment dapat dilaksanakan
secara sistematik dan terpadu serta diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pembentukan pelayanan publik, maka pada Inpres Nomor 3 Tahun 2003 terdapat
perumusan yang mengacu pada kerangka yang utuh. Untuk menjamin keterpaduan
sistem pengelolaan dan pengolahan dokumen dan informasi elektronik dalam
mengembangkan pelayanan publik yang transparan, pengembangan e-government pada
setiap instansi Kerangka arsitektur itu terdiri dari empat lapis struktur, yakni
- Akses --- yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi lain yang dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk mengakses portal pelayanan publik.
- Portal Pelayanan Publik --- yaitu situs-situs internet penyedia layanan publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan informasi dan dukumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait.
- Organisasi Pengelolaan & Pengolahan Informasi --- yaitu organisasi pendukung (backoffice) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik
- Infrastruktur dan aplikasi dasar --- yaitu semua prasarana baik berbentuk perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi. baik antar back-office, antar Portal Pelayanan Publik dengan back-office, maupun antara Portal Pelayanan Publik dengan jaringan internet, secara andal, aman, dan terpercaya.
Gambar 1.1
Struktur tersebut ditunjang oleh 4 (empat) pilar,
yakni penataan sistem manajemen dan proses kerja, pemahaman tentang kebutuhan
publik, penguatan kerangka kebijakan, dan pemapanan peraturan dan
perundang-undangan.
Sebagaimana diamanatkan dalam Blueprint e-Government yang
disusun oleh Direktorat EGovernment, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, yaitu dalam pengembangan sistem eGovernment agar menjamin
bahwa sistem dapat memenuhi harapan yang diinginkan dan juga dapat saling
bersinergi antara satu dengan yang lainnya (interoperabilitas), antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, antara lembaga Pemerintah Pusat, juga seluruh
potensi yang ada di pemerintah Republik Indonesia. Lebih lanjut, pengembangan
sistem eGovernment tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur, namun
diperlukan juga standardisasi data, persiapan dan pengembangan sumber daya
manusia, prosedur, kebujakan dan peraturan.
Dalam menyeimbangkan antara pengembangan sistem di
lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam penyusunan Blueprint
eGovernment ini menganut dua prinsip keseimbangan, yaitu flexibility dan
standardization. Flexibility dalam artian Blueprint tersebut memberikan panduan
yang konsisten namun dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan
pemerintah yang bersifat spesifik, sedangkan Standardization lebih
mengedepankan deskripsi aplikasi-aplikasi eGovernment di pemerintah yang
bersifat umum dan tipikal, disertai dengan spesifikasi umum dan generic,
sehingga dalam batas tertentu terdapat standardisasi aplikasi e-Government
secara nasional.
Gambar 1.2
Selanjutnya agar sistem e-Government ini dapat
memenuhi fungsinya kepada setiap pemangku kepentingan, di dalam Blueprint
diatur bahwa sistem aplikasi e-Government disusun berdsarkan pendekatan
fungsional layanan dari sistem kepemerintahan, yang dikelompokkan dalam
grupgrup Blok Fungsi.
Tabel 1. Pembagian Blok
Fungsi
No
|
UU 32/2004 tentang Pemda
(Bab III Pasal 10)
|
Klasifikasi dalam
Blueprint Aplikasi
eGovernment
|
1
|
Politik
|
Politik dan Legislasi
|
2
|
Pertahanan
|
Pertahanan dan Keamanan
|
3
|
Keamanan
|
|
4
|
Yustisi
|
Hukum dan
Perundang-undangan
|
5
|
Moneter dan Fiskal Nasional
|
Moneter dan Fiskal Nasional
|
6
|
Agama
|
Pembangunan
Nasional
|
7
|
Lain-lain
|
|
8
|
Layanan
Kelembagaan
|
Dukungan dan
Layanan
Kelembagaan
|
9
|
Layanan Publik
|
Publikasi
Informasi dan Layanan Pemerintah
|
Dari pengelompokan berdasarkan fungsi tersebut,
selanjutnya dengan mempertimbangkan fungsi sistem aplikasi dan layanannya, sistem aplikasi-sistem aplikasi
tersebut kemudian disusun dan dikelompokkan dalam sistem kerangka arsitektur,
yang disebut sebagai Peta Solusi Aplikasi eGovernment, yang susunannya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.3
Dari sekian fungsi yang dapat diintegrasikan di dalam
e-government, mulai dari layanan, fungsi kepemerintahan dan didukung oleh
aplikasi dasar, dalam pengembangannya diperlukan suatu model interoperabilitas
yang dapat memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan, termasuk diantaranya
masyarakat, bisnis, dan lembaga pemerintahan baik pusat dan daerah.
Dalam blueprint e-government, disebutkan bahwa dewasa
ini pengembangan aplikasi berbasis web menjadi semakin populer, terutama karena
tingkat kompleksitasnya yang tergolong tidak terlalu rumit dan kemampuan
aplikasi berbasis web dalam mengintegrasikan data dan informasi secara luas oleh/untuk berbagai user. Tercatat bahwa sebagian
besar negara - negara persemakmuran mengembangkan secara khusus skema-skema xml
(extensible markup language) sebagai platform penting integrasi data & informasi
serta pemanfaatan messaging technology.
Selain dari segi aplikasi, yang perlu diperhatikan terkait integrasi data dan
informasi adalah mengenai pengelolaan keamanan. Identifikasi risiko keamanan
data dan informasi mutlak perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pengembangan sistem
informasi dilakukan, terlebih dengan penggunaan aplikasi berbasis web yang
secara inheren memaparkan baik penyedia informasi, penyedia infrastruktur dan
pengguna informasi pada risiko keamanan dan integritas data. Identifikasi
risiko dapat kemudian dianalisis menurut dampak dan kemungkinan terjadinya, hal
ini penting terutama terkait dengan sistem informasi yang menangani pelayanan
publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan/atau yang banyak menangani
informasi sensitif. Dengan berbagai hal yang harus diperhatikan tersebut, sudah
tentu konsep dan strategi interoperabilitas sistem menjadi salah satu agenda penting pengembangan e-government secara nasional
untuk mencapai pemanfaatan data dan informasi yang terintegrasi, aman dan efisien.
Aplikasi berbasis web, atau sering
juga disebut sebagai web services, memiliki mekanisme penunjang interoperabilitas antar sistem
informasi yang berfungsi untuk melakukan interaksi antar sistem informasi baik
berupa agregasi (pengumpulan) maupun sindikasi (penyatuan). Web Services
terkadang bisa juga disebut sebagai Application Programming Interface (API)
berbasis web. Namun demikian, Web Services memiliki keunggulan dibandingkan API
yang ada pada sistem operasi biasa, karena Web Services dapat dipanggil dari
jarak jauh melalui internet. Selain itu untuk memanggil Web Services bisa menggunakan
bahasa pemrograman apa saja melalui
platform apa saja, tidak seperti API yang hanya bisa digunakan untuk platform
tertentu saja (Lucky, 2008). Konsep layanan fungsional yang ditawarkan melalui
teknologi Web Services secara tidak langsung telah memberikan gagasan untuk
membentuk metode baru. Berikut ini adalah ilustrasi Arsitektur Dasar Web
Services menurut W3C Working Group.
Gambar 1.4
Pada Gambar 1.4 diatas. dijelaskan bahwa terdapat 4
(empat) langkah kegiatan dari 3 (tiga) entitas yang dapat dilakukan untuk
memanfaatkan layanan fungsional yang terdapat dalam Web Services. Tiga entitas
tersebut adalah pihak yang saling berhubungan dalam proses inisiasi dan
eksekusi layanan fungsional, diantaranya adalah:
- Entitas Pengguna (Requester Entity), merupakan entitas yang membutuhkan layanan fungsional terhadap penyedia layanan fungsional.
- Entitas Penyedia (Provider Entity), adalah pihak penyedia yang menyediakan layanan fungsional untuk publik.
- Entitas Perantara (Discovery Entity), yaitu pihak mediator yang mempertemukan kebutuhan entitas Pengguna dengan publikasi layanan yang dilakukan oleh pihak Penyedia layanan fungsional.
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat terlihat bahwa
penggunaan web services sebagai metode pengembangan sistem e-government dapat
meningkatkan kemampuan sistem dalam mengatur pertukaran informasi oleh
masing-masing pihak yang terlibat sesuai degan fungsi, tugas dan wewenangnya.
Cara kerja web service sebagai platform pertukaran data dan informasi pun pada
hakikatnya menyerupai kondisi sosial masyarakat dimana ada pihak yang
mengajukan permohonan, ada pihak yang berperan sebagai perantara
dan ada pihak yang berfungsi sebagai penyedia layanan yang merespon permohonan.
Menurut W3C Working Group, berdasarkan konsep hubungan
dan penyampaian informasi, Web Services dapat dikembangkan melalui 4 (empat) model arsitektur yang masing-masing
berorientasi pada message, action, resource, dan policy. Hubungan keempat model
arsitektur tersebut di gambarkan dalam sebuah Arsitektur Meta Model berikut
ini.
Gambar 1.5
Bentuk dari arsitektur meta model untuk
pengembangan web services menurut W3C Working Group ini konsisten dengan
kebutuhan terkait interoperabilitas antar unsur bagi pengembangan egovernment,
yang terdiri dari model kebijakan (cocok untuk bidang hukum dan
perundang-undangan), layanan (cocok untuk bidang Dukungan dan Layanan
Kelembagaan), pesan dan sumber daya (cocok untuk bidang Publikasi Informasi dan
Layanan Pemerintah).
Dalam perkembangannya, model Web Services memiliki 2
(dua) metode yang berorientasi pada Layanan dan Sumberdaya Informasi, yaitu:
1. Metode SOAP
Web Services dengan arsitektur model SOA yang
implementasinya diwujudkan dalam bentuk metode Simple Object Access Protocol
(SOAP), memiliki komponen-komponen dasar yang mendukung proses terlaksananya
model aplikasi web berbasis layanan, yaitu berupa protokol komunikasi data,
format messages (pesan/informasi), deskripsi layanan dalam bentuk semantik web,
proses agregasi, keamanan sistem dan manajemen yang diilustrasikan pada gambar
berikut ini.
Gambar 1.6
Ilustrasi pada Gambar 1.6. menerangkan bahwa
arsitektur SOAP memiliki 3 (tiga) komponen utama dalam melakukan proses
layanannya yaitu meliputi:
- Service Provider, sebuah node di network sebagai jasa layanan fungsional (services) yang dapat digunakan oleh Service Requester.
- Service Requester, merupakan aplikasi yang menggunakan protokol SOAP Messages sehingga dapat berkomunikasi dengan Services Provider.
- Service Broker, adalah perantara yang menyediakan layanan untuk penemuan dan penjelasan layanan publik secara terstruktur dan terintegrasi, hal ini bisa diumpamakan sebagai katalog layanan.
Pada prinsipnya data yang diolah oleh SOAP dianggap
sebagai message, agar message ini dapat dimengerti oleh setiap entitas maka
dibuatlah struktur data yang sama melalui format XML dalam bentuk dokumen Web
Services Description Language (WSDL). Bentuk formal dari suatu message ini
hanya bisa diolah dengan cara menggunakan utilitas teknologi SOAP-XML. Masing-masing pihak yang melakukan interaksi
dengan metode SOAP, harus memiliki utilitas library SOAP yang ditempatkan pada
masing-masing aplikasinya. Utilitas SOAP yang digunakan pun harus yang sama
jenis format dan keluaran vendornya, karena masing-masing vendor SOAP belum
tentu memiliki konsep dan format yang sama.
2. Metode REST
Disamping metode SOAP, terdapat metode lain yang
berorientasi pada sumberdaya informasi (resource) dalam Web Services. Dalam
desertasinya tentang Architectural Style, Roy Thomas Fielding mencoba menemukan
konsep Web Services dengan metode yang diberi nama REpresentational State
Transfer (REST). Menurut W3C Working Group, REST memiliki definisi yaitu:
“REST Web is the subset of the WWW (based on HTTP) in
which agents provide uniform interface semantics -- essentially create,
retrieve, update and delete -- rather than arbitrary or application-specific
interfaces, and manipulate resources only by the exchange of representations. Furthermore, the REST interactions are "stateless" in the sense that the meaning of a message does
not depend on the state of the conversation.”
Metode REST didasari oleh empat prinsip utama
teknologi, yaitu (Pautasso, 2008):
- Resource identifier through Uniform Resource Identifier (URI), REST Web Services mencari sekumpulan sumberdaya yang mengidentifikasi interaksi antar client.
- Uniform interface, sumberdaya yang dimanipulasi CRUD (Create, Read, Update, Delete) menggunakan operasi PUT, GET, POST, dan DELETE.
- Self-descriptive messages, sumberdaya informasi tidak terikat, sehingga dapat mengakses berbagai format konten (HTML, XML, PDF, JPEG,Plain text dan lainnya). Metadata pun dapat digunakan.
- Stateful interactions through hyperlinks, setiap interaksi dengan suatu sumberdaya bersifat stateless, yaitu request messages tergantung jenis kontennya.
Metode REST Web Services dianggap sederhana karena
menggunakan format standar yang umum seperti HTTP, HTML, XML, URI, MIME. Penerapan REST Web
Services sama dengan membangun web site dinamis, dengan kehandalan yang
diharapkan dalam melakukan uji coba cukup melalui aplikasi Web Browser tanpa
membutuhkan software khusus. Namun jika diperlukan untuk proses pengambilan
data, maka konten hasil eksekusi Web Services berupa teks dapat digunakan
sebagai data yang dapat diolah melalui pembentukan struktur data dalam berbagai
format teks, seperti XML atau HTML. Hal ini dapat dilakukan dalam kode program
yang menggunakan utilitas komunikasi data melalui koneksi socket protokol HTTP.
Umumnya utilitas ini tersedia dalam pustaka komunikasi pada beberapa bahasa
pemrograman seperti Java, Visual Basic, Delphi, PHP, ASP, maupun JSP.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Michael zur
Muehlen (2005), perbandingan kelebihan dan kekurangan antara metode SOAP dan
REST dilakukan melalui pendekatan pada proses integrasi yang diuraikan dalam
tabel berikut ini.
REST
|
SOAP
|
|
Characteristics
|
•
Operations are
defined
in the
Messages
•
Unique address for every process Instance
•
Each object supports the defined (standard)
operations • Loose coupling of components
|
•
Operations are
defined as WSDL ports
•
Unique address for every operation • Multiple
process instances share the same operation • Tight coupling of components
|
Self-declared
advantages
|
•
Late binding is possible
•
Process instances are created explicitly •
Client needs no routing information beyond the initial process factory URI •
Client can have one generic listener interface for notifications
|
•
Debugging is possible
•
Complex operations can be hidden behind façade
•
Wrapping existing APIs is straightforward
increased privacy
|
Posible
disadvantages
|
•
Large number of objects
•
Managing the URI namespace can become
cumbersome
|
•
Client needs to know operations and their
semantics beforehand • Client needs dedicated ports for different types of
notification
•
Process instances are created implicitly
|
Di sisi lain, sistem e-audit yang dikembangkan
dijelaskan di gambar 1.7, menjanjikan beberapa oleh BPK-RI, dengan proses bisnis
sebagaimana manfaat seperti efisiensi waktu dan biaya, akses datadan ruang lingkup
yang lebih luas, dan meningkatkan akuntabilitas unit-unit yang terlibat dalam
sistem. Namun dalam implementasinya, menurut paparan e-Audit oleh BPK-RI pada situs INTOSAICommunity.org, pengembangan sistem eaudit ini masih terkendala
beberapa faktor, pertama dari segikontinuitas data, karena dianggap belum ada ikatan
hukum yang kuat dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani
instansi pemerintah yang mewajibkan penyediaan data secara reguler, kedua,
permasalahan standardisasi jenis data masih menjadi faktor penghambat
implementasi eaudit secara nasional, dan yang ketiga, fasilitas portal e-audit
yang dimiliki BPK-RI dianggap masih memiliki banyak keterbatasan, terutama
dalam memenuhi persyaratan fitur-fitur untuk mewujudkan audit yang time and
cost-efficient.
Gambar 1.7
V. IMPLEMENTASI
Sebagaimana telah dibahas di bab sebelumnya, model
REST memiliki keunggulan yaitu telah
menggunakan format URI
sehingga bebas dari bentuk format deskripsi, dapat mempercepat proses
pengembangan dan lebih sederhana
dibandingkan dengan metode SOAP. Atas dasar pertimbangan tersebut,
penulis juga akan menggunakan metode REST sebagai metode web services dalam
pengembangan sistem e-government.
Hubungan secara fisik mekanisme proses pertukaran
antara aplikasi e-Govt satu dengan e-Gov yang lain melalui web services dapat
diperjelas menggunakan model infrastruktur web services. Model ini menjelaskan
bahwa setiap aplikasi memiliki sumberdaya informasi yang bersifat publik dan
dapat diakses oleh aplikasi lain yang membutuhkan. Setiap ada request data dari
aplikasi lain melalui web services, maka web services dalam aplikasi provider
akan melakukan pengolahan ke database internal. Fungsi-fungsi layanan tersebut
dapat berada dalam aplikasi atau diletakkan dalam modul lain sehingga dapat
dipakai secara bersama. Pendekatan yang dilakukan bisa melalui proses eksekusi
fungsi secara langsung yang dilewatkan melalui parameter URI (dengan
mencantumkan nama fungsi yang akan diproses).
Rancangan interoperabilitas antar aplikasi
e-government menggunakan metode REST terdiri dari tiga
rancangan yaitu provider, agent/broker dan
requester. Adapun bentuk rancangan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.8.
Gambar 1.8
Dengan dukungan interoperabilitas sebagaimana telah
disusun, maka fungsi e-audit selanjutnya dapat di integrasikan berada di
tengah-tengah unsur, yaitu dapat sebagai provider, dalam hal menyediakan
laporan yang bersifat terbuka untuk publik, dalam rangka
akuntabilitas, dapat juga menyediakan laporan dengan otorisasi khusus untuk
pihak yang berwenang membacanya saja, selain itu fungsi e-audit dapat juga
sebagai requester, terkait dengan pelaksanaan fungsi auditnya khususnya dalam
permintaan data dan informasi.
Penerapan model REST dapat menjamin akses data menjadi
lebih cepat dan dapat diandalkan, dengan tanpa membebani resources penyedia
informasi terlalu banyak. Selain itu, implementasi model REST mensyaratkan bagi
setiap unsur untuk melakukan standardisasi data, sehingga permasalahan dan
hambatan terkait dengan standardisasi data dapat diatasi, untuk itu, diperlukan
koordinasi antar seluruh instansi pemerintah agar standardisasi data dapat
dilakukan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Standardisasi tentunya juga dilakukan pada fiturfitur
web services yang digunakan agar seluruh fungsi yang diharapkan sebagaimana
tercantum dalam Blueprint e-Government, seperti layanan dukungan VI kelembagaan, publikasi informasi, dan terkait penyediaan informasi bagi para pemangku kepentingan dapat terlaksana dengan baik.
VI. SIMPULAN
E-audit
memiliki banyak manfaat terutama dalam hal peningkatan efisiensi waktu dan
biaya, peningkatan efektivitas pekerjaan, dan peningkatan akuntabilitas
instansi pemerintah. Namun dalam implementasinya e-audit ini menemui beberapa
hambatan, terutama dari segi standardisasi layanan dan format data dan juga
kontinuitas penyediaan data. Pengembangan sistem e-government dengan taraf
nation-wide mensyaratkan adanya interoperabilitas, kemudahan pelayanan,
kelayakan infrastruktur dan keamanan data. Melalui metode REST dengan basis web
services, diharapkan seluruh instansi pemerintah sebagai unsur dari sistem
egovernment dapat bersama-sama mengembangkan sistem yang memenuhi standar dan
memiliki kompatibilitas yang tinggi antar sistem instansi satu dengan yang
lainnya. Sehingga selanjutnya sistem eaudit dapat menjadi bagian dari
e-government yang dapat menunjang keamanan data dari segi verifiabilitas dan
integritas data, serta menunjang fungsi pemeriksaan keuangan dan kinerja
instansi pemerintah sebagaimana dilaksanakan oleh BPK-RI.
Gambar 1.9
REFERENSI
[1] Sutanta, Edhy dan Istiyanto, Jazi Eko,, “Model
Interoperabiitas Antar Aplikasi E-Government,” Jurnal Teknologi Technoscientia,
FMIPA Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.Vol.4 No. 2 Februari 2012.
[2] J. Sukyadi, Didi. “Model Interoperabilitas Sistem
Informasi Layanan Publik Studi Kasus: E-government”,: Karya Akhir Magister
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia: Jakarta, Juli 2009.
[3] Republik Indonesia . 2006,
“Cetak Biru (BluePrint) Sistem Aplikasi E-Government,” Departemen Komunikasi
danInformatika.
[4] Republik Indonesia. 2003.
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan e-Government. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
jurnal asli http://www.mahasiswaonline.com/dokumen/500/paper-dukungan-interoperabilitas-e-government-dalamimplementasi-e-audit-di-pemerintah-republik-indonesia-/
jurnal asli http://www.mahasiswaonline.com/dokumen/500/paper-dukungan-interoperabilitas-e-government-dalamimplementasi-e-audit-di-pemerintah-republik-indonesia-/
Post a Comment
Post a Comment